Samarinda, 3/7/13. Perencanaan pembangunan Provinsi Kalimantan Timur ke depan diperlukan sebuah pemikiran yang berwawasan lingkungan dan tidak mengandalkan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Pertumbuhan ekonomi Kaltim sebagian besar dipengahuhi oleh sektor ekspor migas dan batubara hinggan mencapai 80%, pertumbuhan ekonomi ini tentu tidak sehat bagi Kaltim karena sektor tambang cepat atau lambat akan habis, sehingga diperlukan pemikiran yang mendasar setelah pasca tambang tambang dan batubara.
Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat diperlukan pemikiran yang mendasar dan murni untuk kepentingan daerah senada dengan ungkapan Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, sekaligus Kepala Bappeda Kaltim, DR.Ir.H. Rusmadi.MS bahwa perencanaan Kalimantan Timur menuju Kaltim maju 2030 “perlu pemikiran transformasi ekonomi pasca migas dan batubara” disampaikan pada saat memimpin rapat tentang persiapan pelaksanaan Kaltim Summit 2013, direncanakan pelaksanaannya pada tanggal 30 Juli 2013 di Hotel Grand Senyiur, Kota Balikpapan, dihadiri oleh Sekretaris, Kabid, Kasubbag, Kasubbid dan staf dari unsur Bappeda Kaltim berjumlah kurang lebih 40 orang di ruang rapat Propeda lantai 2 kantor Bappeda Kaltim, Jl. Kusuma Bangsa No.2 Samarinda.
H. Rusmadi menambahkan bahwa pelaksanaan Kaltim Summit 2013, membahas tentang Kebijakan Pembangunan Kalimantan Timur tahun 2014 – 2018 dalam kerangka visi Kaltim Maju 2030 bersama dengan para stakeholder baik dari Kalimantan Timur maupun dari tingkat Nasional.
Visik Kaltim 2030 adalah “Pertumbuhan Kaltim Hijau yang Berkeadilan dan Berkelanjutan” dengan sebuah Pemikiran Kebijakan Transformasi Ekonomi Pasca Migas dan Batubara.
Sejarah Ekonomi Kaltim
Pertumbuhan perekonomian Kaltim sesuai dengan buku Visi Kaltim 2030 adalah “Ekonomi Wilayah Berbasis Sumber Daya Tak Terbaharukan” berdasarkan sejarah perkembangan ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa sejak tahun 1970 hingga saat ini, ekonomi wilayah Kalimantan Timur selalu bergantung pada sektor ekonomi berbasis sumber daya tak terbaharukan. Ekonomi berbasis sektor kehutanan menjadi tulang punggung ekonomi wilayah Kaltim selama kuruang lebih 20 tahun (1970-1990). Pada periode tersebut laju pertumbuhan ekonomi Kaltim mampu mencapai 7,42 % per tahun.
Pergeseran basis sektor terjadi sejak tahun 90'an dimana sektor pertambangan mulai menjadi basis ekonomi wilayah menggantikan sektor kehutanan. Transformasi ini terjadi selain karena dimulainya eksploitasi tambang migas dan batubara secara masif juga disebabkan karena semakin menipisnya sumber daya hutan produksi serta diperkuat oleh isu lingkungan yang semakin mengglobal. Pada periode 1990-2000, dimana sektor pertambangan mulai mengambil alih dominasi ekonomi wilayah Kaltim, tingkat pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah dibanding periode sebelumnya yakni maksimal sebesar 5.71 % pertahun hingga tahun 2000.
Walaupun hingga 2012 sektor pertambangan masih mendominasi ekonomi Kaltim dengan kontribusi sebesar 50,5% terhadap PDRB Provinsi Kaltim, namun pergeseran kembali terjadi pada periode 2000-2008, dimana sektor tambang non migas, terutama batubara menggeser posisi sektor tambang migas dalam pembentukan PDRB Kaltim. Pergeseran tersebut juga diikuti dengan penurunan sektor industri pengolahan berbasis migas dari 44.9% pada tahun 2000 menjadi 40.1% pada tahun 2008. Selanjutnya pada periode 2008 - 2012 sektor tambang babtu bara semakin kuat mendominasi perekonomian wilayah dengan kontribusi 28.4% mengalahkan kontribusi sektor tambang migas yang semakin turun menjadi 21.6%. Kondisi ini juga diikuti penurunan sektor industri pengolahan dari 40.1% pada tahun 2008 menjadi 31,3 % pada tahun 2011.
Resiko yang perlu diantisipasi
Belajar dari pengalaman berbagai daerah seperti wilayah Bangka Belitung, Sawah Lunto dan beberapa kasus negara-negara dengan basis ekonomi pertambangan serta sumber daya energi tak terbaharukan, maka resiko yang dihadapi wilayah dengan karakteristik tersebut adalah masalah keberlanjutan pertumbuhen ekonomi wilayahnya. Wilayah Bangka Belitung (sebelum menjadi provinsi) merupakan contoh wilayah yang tidak berhasil mengantisipasi menipisnya stok sumberdaya tambang timah yang menjadi basis ekonominya. Penurunan ekonomi secara drastis terjadi pada saat pertambangan timah dinilai semakin tidak ekonomis bagi perusahaan skala besar, gelombang pengangguran terjadi hingga menimbulkan gejolak sosial yang berkepanjangan. Sementara dampak lingkungan berupa lubang-lubang bekas penambangan menjadi warisan masalah yang membutuhkan waktu lama untuk bisa dimanfaatkan kembali.
Walaupun berbeda skala dengan wilayah Kalimantan Timur, Finlandia merupakan salah satu negara yang sukses melakukan transformasi ekonomi dari ekonomi berbasis kehutanan ke pada ekonomi berbasis pengetahuan (kowledge base economy). Keuntungan yang diperoleh dari sektor kehutanan diinvestasikan pada pembangunan SDM dan industri berbais pengetahuan sehingga transformasi ekonomi dapat berlangsung secara optimal. Upaya melakukan transformasi tersebut tidak dilakukan secara mendadak, tetapi melalui proses perencanaan panjang yang dilakukan pada saat sektor kehutanan masih berjaya.
Mengutip Kolstad dan Wiig, (2009), wilayah dengan basis ekonomi sumber daya alam cenderung terperosok pada 4 fenomena sebagai berokut ; (1) Kekayaan SDA yang besar membuat negara luput melakukan variasi kegiatan ekonomi, sehingga berakibat kepada punahnya SDA yang dimiliki “Dutch Disease”; (2) Model penataan ekonomi politik sentralisasi—praktik “patronase”, yaitu pembagian lisensi explotasi SDA kepada kelompok orang yang dekat dengan pusaran kekuasaan; (3) Model penataan ekonomi politik desentralisasi—yang menonjol adalah praktik rent seeking yang terjadi sesuai desentralisasi ekonomi; (4) Kebijakan liberalisasi perdagangan yang memberi tempat secara leluasa bagi pelaku ekonomi asing menjarah kekayaan ekonomi dalam negeri. Gejala dai ke 4 fenomen tersebut sangat merugikan masyarakat lokal sehingga perlu langkah ansisipasi sejak dini.
Wilayah Kaltim telah melalui beberapa fase perkembangan ekonomi dengan baik seperti telah dijelaskan sebelumnya. Penurunan tingkat pertumbuhan dari 7.42 % pada periode kayu menjadi 5.71 % pada era migas mengakibatkan tingkat pengangguran meningkat hingga mencapai prosentasi diatas 10%, selanjutnya penurunan pertumbuhan laju pertumbuhan ekonomi akibat pergeseran basis ekonomi migas ke batu bara menghasilkan prosentasi pengangguran tertinggi dalam sejarah ekonomi Kaltim yakni sebesar 12.83% pada tahun 2007. Fakta ini menunjukkan bahwa fenomena berubahnya tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai dampak dari berkurangnya stok sumber daya tak terbaharukan telah terjadi wilayah Kalimantan Timur.
Berdasarkan fenomena resiko tersebut, maka Provinsi Kalimantan Timur perlu membangun visi pembangunan jangka panjang pengembangan ekonomi wilayahnya. Upaya mempersiapkan transformasi ekonomi menuju ekonomi yang lebih seimbang antara sektor berbasis sumber daya alam terbaharukan dengan ekonomi berbasis sumber daya ekonomi terbaharukan secara sistematis dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi bagi generasi mendatang. Visi Kaltim Maju 2030 perlu segera disusun dengan mengakomodasi berbagai pertimbangan dan masukan agar wilayah ini memiliki landasan pembangunan ekonomi yang kokoh dan terarah.
Struktur Ekonomi Wilayah
Dalam hal penciptaan Nilai Tambah Bruto (NTB), perekonomian Kalimantan Timur didominasi oleh sektor primer dan sekunder. Peranan sektor primer menunjukkan kecenderungan terus meningkat dalam kurun 2001-2011, sementara peranan sektor sekunder terus menurun pada kurun yang sama. Sedangkan peran sektor tersier relatif stagnan. Dalam uraian sektor yang lebih rinci dapat dilihat bahwa sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan memiliki peran dominan dalam perekonomian Kalimantan Timur.
Peranan sektor pertambangan dan penggalian cenderung terus meningkat, dari hanya 36,2 persen pada tahun 2001 menjadi 50,5 persen pada tahun 2011. Peningkatan peran tersebut didorong oleh meningkatnya peran pertambangan non-migas dari hanya 11,9 persen pada tahun 2001 menjadi 28,4 persen pada tahun 2011. Peran sektor industri pengolahan cenderung terus menurun. Penurunan peran ini ternyata sebagai akibat dari penurunan tajam industri gas alam cair, dari 29,6 persen pada tahun 2001 menjadi hanya 15,3 persen pada tahun 2011 tagnan. Sejak Juni 2013, wiilayah Kaltim mengalami pemisahan beberapa kabupaten dan kota di bagian utara menjadi Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Perekonomian Kalimantan Timur (tanpa Kaltara) dalam kurun 2001-2011 didominasi oleh sektor Pertambangan dan Industri. Peran sektor pertambangan menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Sementara peranan sektor industri justru cenderung terus menurun. Selanjutnya secara lebih rinci dapat dilihat pergeseran dominasi dalam struktur PDRB Kaltim tahun 2001-2011. Sektor pertambangan dan penggalian di Kalimantan Timur didominasi oleh produksi minyak dan gas bumi (cenderung menurun perannya) dan produksi pertambangan bukan migas (terus meningkat dalam delapan tahun terakhir)Sektor industri pengolahan masih didominasi oleh industri migas (terus menurun dalam empat tahun terakhir).
Sementara bila dilihat dari perkembangan ekonomi menurut kabupaten dan Kota, maka perekonomian Kalimantan Timur didominasi oleh Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Bontang, Kota Balikpapan dan Kab. Kutai Timur. Peran Kab. Kuker meningkat relatif cepat, sedangkan peran Kota Bontang menurun tajam dalam empat tahun terakhir. Peran Kota Balikpapan relatif stabil , sementara Peran kabupaten dan kota lainnya masing-masing masih kurang dari sepuluh persen. Peran Kab. Kutai Timur cenderung meningkat, dalam tiga tahun terakhir
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan berfluktuasi dengan titik terendah pertumbuhan terjadi pada tahun 2007. Pertumbuhan PDRB sektor-sektor non-migas relatif tinggi, sementara PDRB sektor migas memperlihatkan kecenderungan menurun pertumbuhannya, bahkan sempat mengalami pertumbuhan negatif.
Pertumbuhan PDRB sektor tersier merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Sektor sekunder (manufaktur, utilitas & konstruksi) mengalami pertumbuhan negatif pada 6 dari 11 tahun yang diamati. Pertumbuhan sektor primer berfluktuasi dengan variasi yang relatif besar. Gambaran perilaku pertumbuhan ekonomi wilayah Kalimantan Timur berdasarkan kategori sektor primer, sekunder dan tersier dapat dilihat pada Gambar 4.
Kontribusi sektor primer terhadap pertumbuhan ekonomi relatif dominan. Sektor primer dan tersier selalu memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor sekunder memiliki kontribusi negatif pada enam dari sebelas tahun pengamatan.
Distribusi Ekonomi
Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Sumber ketimpangan antara lain; kandungan sumberdaya alam, perbedaan kondisi geografi, kelancaran mobilitas barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi, dan alokasi dana pembangunan. Akibat dari ketimpangan pembangunan adalah munculnya wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdevelopment Region).
Dampak langsung dari ketimpangan antar wilayah adalah terjadinya ketimpangan tingkat kesejahteraan masyarakat, sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah harus menjadi salah satu pertimbangan dalam formulasi kebijakan pembangunan.
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah PDRB per kapita. PDRB per kapita Kalimantan Timur pada tahun 2011 mencapai Rp108,7 juta (diluar Kaltara) dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
Dari sisi ekonomi, kesenjangan pembangunan antar kabupaten/ kota di Kalimantan Timur tampaknya relatif tinggi. PDRB per kapita di Penajam Paser Utara adalah yang terendah, yaitu hanya Rp 25,9 juta. Sementara PDRB per kapita di Bontang mencapai Rp 414,9 juta
Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah tidak selamanya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan pembangunan tidak selalu disertai dengan peningkatan pendapatan penduduk secara merata. Beberapa faktor yang menjadi sumber perbedaan pendapatan antara lain adalah kesempatan, pendidikan dan berbagai modal lainnya. Salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat kesenjangan pendapatan penduduk adalah rasio Gini. Semakin tinggi nilai rasionya semakin tidak merata pendapatan penduduknya.
Rasio Gini Kalimantan Timur dalam kurun 2006-2011 berfluktuasi dan memperlihatkan kecenderungan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan penduduk di Kalimantan Timur juga relatif meningkat. Artinya, perbedaan pendapatan antara mereka yang berpendapatan tinggi dan rendah juga semakin lebar.
Tantangan Pembangunan Ekonomi Kaltim 2030
1 Neraca Sumber Daya dan Potensi Pengembangan Ekonomi Kaltim
Sudah menjadi hukum alam bahwa sumber daya tak terbaharukan akan semakin menipis cadangannya bila eksploitasi dilakukan secara masif. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui gambaran stok dan tingkat eksploitasi dari sektor-sektor ekonomi yang menjadi basis ekonomi wilayah Kaltim saat ini.
Cadangan minyak bumi di Wilayah Kaltim adalah sebesar 670 MMSTB, sementara produksi yang sudah dilakukan adalah sebesar 56.79 MMSTB. Dengan demikian dengan asumsi tingkat epsloitasi per tahun yang sebesar saat ini, maka umur cadangan minyak bumi Kaltim tinggal 11 tahun. Sementara gas bumi Kaltim memiiliki cadangan sebesar 19, 76 TSCF dengan produksi yang telah dilakukan sebesar 1.46 TSCF sehingga umur produksi gas di Kaltim diperkiraan tinggal 13,33 tahun. Dampak dari semakin menipisnya stock sumber daya alam migas tersebut sudah mulai terlihat pada menurunnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah Kaltim dari 5.71 pada tahun 2000 mnejadi 3.93 pada tahun 2012. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah Kaltim untuk segera menyiapkan langkah antisipasi secara sistematis.
Sementara untuk sektor tambang batu bara, cadangan batu bara yang dimiliki Kaltim diperkirakan sebesar 28.93 Milyar Ton. Hingga tahun 2012 produksi yang sudah dilakukan adalah sebesar 190 juta ton sehingga umur produksi sektor ini diperkirakan mencapai 43,3 tahun lagi. Belajar dari pengalaman dampak dari penurunan stock migas, maka pengaruh penurunan stock tambang batu bara diperkirakan sudah akan mulai dirasakan perekonomian Kaltim sekitar tahun 2030. Oleh karena itu keuntungan pendapatan dari sektor tambang batu bara saat ini harus dimaksimalkan sedemikian rupa sehingga padat menjadi modal transformasi ekonomi dimasa mendatang.
Neraca Sumber Daya Batubara KaltimSalah satu potensi sumber daya alam terbaharukan di wilayah Kaltim adalah potensi lahan perkebunan, dimana perkebunan kelapa sawit merupakan komoditi yang dapat diharapkan menjadi salah satu basis perekonomian wilayah Kaltim di masa depan. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, luas lahan yang sesuai untuk kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur adalah seluas 4,6 Juta Ha. Sementara izin lokasi sebanyak 330 PBS membutuhkan luas lahan sebesar 3.8 juta ha. sedangkan lahan yang sudah dimanfaatkan untuk perkebunana sawit sampai dengan tahun 2012 adalah seluas 870.657 ha. Target luas kawasan perkebunan sawit di Provinsi Kaltim adalah sebesar 1 juta ha sampai dengan 2013. Perkebunan sawit memiliki prospek yang cukup baik dalam pengembangan rantai nilai. Produk turunan sawit dapat dikembangkan secara luas baik untuk industri makanan (oleo food) maupun industri kimia (oleo chemical). Komoditi ini dapat menjadi alternatif bagi pengembangan struktr ekonomi Kaltim yang lebih berkelanjutan.
2 Nilai Tambah
Struktur permitaan dari sektor-sektor ekonomi di wilayah Kaltim hingga saat ini masih didominasi oleh kegiatan eksport barang komoditas primer. Kegiatan pertambangan batu bara dan Migas yang menjadi tulang punggung perekonomian wilayah (PDRB) merupakan kegiatan yang struktur permintaannya lebih banyak berupa permintaan akhir, dimana dalam permintaan akhir tersebut proporsi ekspor mencapai 76.58%. Kondisi ini mencerminkan bahwa industri hilir dari komoditas migas dan batubara belum berkembang sehingga ekspor didominasi oleh bahan mentah dan setengah jadi. Nilai tambah dari kedua komoditas tersebut tidak dirasakan oleh perekonomian Kaltim tetapi lebih banyak dirasakan oleh negara tujuan ekspor.
Struktur permintaan yang ideal adalah struktur yang lebih seimbang antara permintaan antara dengan permintaan akhir. besaranya permintaan antara mencerminkan kekuatan keterkaitan antar sektor di wilayah Kaltim. Semakin kuat keterkaitan antara sektor maka akan makin besar multiplier effect dari pertumbuhan satu sektor terhadap sektor lain di wilayah ini. Data Tabel I-O 2009 Provinsi Kaltim terindentifkasi bahwa rata-rata permintaan antara dari sektor-sektor ekonomi yang ada relatif rendah, yakni hanya sebesar 19.8% (Gambar 8). Kondisi ini juga mencerminkan kondisi perekonomian Kaltim yang rentan terhadap gejolak perdagangan luar negeri, karena 81.62% dari permintaan akhir sektor ekonomi di wilayah Kaltim adalah komponen ekspor.
Dengan demikian, tantangan pembangunan ekonomi wilayah Kaltim kedepan adalah membangun keterkaitan hulu dan hilir dari komoditas-komoditas unggulan yang dapat menjadi basis perekonomi Kaltim masa mendatang. Transformasi ekonomi menuju keseimbangan permintaan antara dan permintaan akhir merupakan salah satu upaya yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian wilayah Kalimantan Timur.
Kapasitas Sumber Daya Manusia
Salah satu tantangan besar pembangunan ekonomi wilayah Kaltim adalah kapasitas sumber daya manusia. Kapasitas Sumber daya manusia Kaltim secara kuantitatif menunjukan peningkatan yang signifikan, terutama bila dilihat dari nilai IPM yang terus meningkat. Namun secara kualitatif, kapasitas sumber daya manusia wilayah Kaltim masih belum menggembirakan. Salah satu indikator yang dapat dijadikan barometar adalah tingkat partisipasi tenaga kerja dalam basis ekonomi wilayah.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja di Provinsi Kaltim sebagian besar adalah SLTP, yakni mencapai proporsi 84% dari total angkatan kerja di Kaltim pada Tahun 2012 (gambar 11). Angkatan kerja dengan tingkat pendidikan level perguruan tinggi baru mencapai 5%. Kondisi ini mencerminkan kualitas tenaga kerja di wilayah Kaltim relatif masih rendah.
Kualitas tenaga kerja menentukan kemampuan tenaga kerja dalam memenuhi tuntutan spesifikasi tenaga kerja dari sektor ekonomi. Dengan basis ekonomi wilayah yang padat modal serta membutuhkan kemamauan yang cukup tinggi, maka kondisi pasara tenaga kerja lokal di wilayah Kalimantan Timur termasuk rentan dalam memenuhi spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan sektor basis.
Indikator penyerapan tenaga kerja di wilayah Kaltim oleh sektor ekonomi berdasarkan tenaga kerja yang terserap di sektor basis pertambangan adalah sebesar 10, 2%, sementara sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian dengan 28,6% diikuti sektor perdagangan dengan 22.9% dan sektor jasa dengan 19.4%. Walaupun kemampuan sektor tambang dalam menyumbang PDRB sangat tinggi yakni sebesar 54,9% pada tahun 2012, namun daya serapnya termasuk rendah. hal ini disebabkan sektor ini merupakan sektor dengan padat model serta membutuhkan skil yang cukup tinggi dari tenaga kerjanya.
Mengacu pada kondisi tersebut diatas, maka kapasitas sumberdaya manusia wilayah perlu menjadi perhatian dalam proses transformasi ekonomi di wilayah Kaltim. Tingkat pengangguran yang cenderung menurun, sebagai besar lebih banyak dikarenakan mulai berkembangnya investasi di sektor sektor perkebunan. Tantangan besar dalam membangun sumber daya manusia di wilayah Kaltim adalah memperkuat kualitas sumber daya manusia yang mampu mendukung proses transformasi ekonomi wilayah Kaltim menuju ekonomi berkelanjutan serta didukung pengetahuan dan inovasi.
4. Perubahan Struktur Ekonomi Kaltim
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka transformasi ekonomi berbasis SDA tak terbaharukan pada ekonomi berbasis SDA terbaharukan merupakan tantangan utama yang perlu disiapkan oleh pemerintah provinsi Kaltim dalam jangka menengah dan panjang. Proses menipisnya stok SDA tak terbaharukan merupakan hukum alam yang tidak dapat dicegah, sehingga transformasi menjadi suatu keharusan guna menjamin keberlanjutan pembangunan wilayah Kalimantan Timur. Pertanyaan kritis pertama dalam hal ini adalah mungkinkah struktur ekonomi Kaltim dapat dirubah, jika mungkin pertanyaan berikutnya adalah apa, bagaimana, kapan dan dimana proses transformasi tersebut dapat terjadi.
Jawaban terhadap pertanyaan kritis tersebut, seperti telah dibahas sebelumnya, dapat dimulai dengan menganalisa tantangan dan potensi sumber daya yang dimiliki Kaltim. Analisa terhadap neraca sumber daya alam yang dimiliki Kalimantan Timur untuk semua sektor ekonomi yang ada, analisis struktur keterkaitan antar sektor, analisis struktur permintaan akhir sektor-sektor ekonomi di wilayah Kalimantan Timur, serta analisis faktor-faktor pendukung dan iklim pembangunan menjadi langkah awal yang perlu dilakukan. Kesiapan sumber daya manusia yang didukung leadership, political will serta infrastruktur yang memadai merupakan kunci sukses proses transformasi ekonomi pembangunan Kalimantan Timur ke depan.
Berdasarkan analisis neraca sumber daya alam yang dimiliki wilayah Kaltim, transformasi strukutr ekonomi menuju ekonomi berkelanjutan sangat mungkin dilakukan di masa depan. Dalam perspektif ekonomi selain ketersedian sumber daya alam, perilaku pertumbuhan sektor ekonomi juga dapat menjadi indikator peluang perubahan struktur ekonomi wilayah. Gambar 12 menunjukkan bahwa sektor non migas memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata yang lebih tinggi dari sektor migas. Kondisi ini mencerminkan bahwa sektor-sektor non pertambangan yang saat ini belum dimaksimalkan memiliki perilaku pertumbuhan alami yang menjanjikan.
Transformasi ekonomi juga membutuhkan iklim pengembangan ekonomi yang kondusif sebagai prasyarat utama. Wilayah Kaltim memiliki dasar iklim pengembangan yang kompetitif seperti terlihat pada gambar 13. Hasil studi yang dilakukan oleh Lee Kuan Yew Public Policy School, Asia Competitiveness Institute (tahun 2012), menunjukkan bahwa iklim bisnis di wilayah Kalimantan Timur sudah cukup kompetitif
Stabilitas makro ekonomi wilayah Kaltim sebagai prasyarat dasar pembangunan ekonomi berkelanjutan menempati urutan ke 4 terbaik secara nasional. Sementara kinerja bisnis, finansial dan man power menempati urutan kedua secara nasional. Walaupun hasil ini perlu dianalisis lebih dalam lagi, namun inikator yang digunakan telah minimal memberikan gambaran awal terkait iklim pembangunan di wilayah Kaltim.
Berdasarkan kondisi -kondisi tersebut, jawaban terhadap pertanyaan pertama terkait peluang transformasi ekonomi wilayah Kaltim menuju struktur ekonomi yang berkelanjutan dapat terjawab. Wilayah Kaltim memilki faktor-faktor yang dapat mendukung proses transformasi ekonomi tersebut. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah merumuskan alternatif skenario untuk mendapatkan gambaran masa depan Kaltim. Skenario dikembangkan dari skenario terburuk hingga skenario terbaik.
Prediksi Ekonomi Wilayah Kaltim 2030.
Alternatif skenario dan strategi pengembangan
Alternatif skenario pembangunan ekonomi Kaltim disusun berdasarkan kinerja perilaku ekonomi wilayah Kalimantan Timur, serta strategi dan visi pembangunan jangka panjang Kaltim yang telah menjadi wacana dalam pembangunan ekonomi Kaltim. Garis besar strategi yang diadopsi dalam perumusan alternatif skenario pembangunan Kaltim dapat dilihat pada Gambar 15. Dalam upaya menjalankan proses transformasi ekonomi wilayah Kalimantan Timur, terdapat sedikitnya 7 (tujuh) strategi yang dapat dilakukan. Ketujuh strategi tersebut dilakukan secara simultan dalam kerangka jangka pendek, menengah dan panjang (continous).
Berdasarkan pertimbangan strategi tersebut, sekaligus untuk menyajikan perbandingan antara kondisi Kaltim tanpa transformasi ekonomi, maka pada draft awal kertas kerja ini dikembangkan 2 (dua) alternatif skenario, yakni skenario tanpa strategi dan kebijakan transformasi (skenario 1) dan skenario dengan strategi dan kebijakan transformasi ekonomi (skenario 2).
Pendetailan skenario transformasi ekonomi (skenario 2) dilakukan dengan melakukan simulasi secara bertahap untuk tiap strategi yang dilakukan. Tahapan pengembangan strategi pada skenario 2 adalah sebagai berikut :
Periode 2013-2015 :
Periode ini merupakan periode persiapan, dimana strategi yang dikembangkan pada periode ini adalah strategi penguatan kapasitas lokal, penyusunan rencana pengembangan dan penyiapan infrastruktur untuk mendukung pengembangan iklim bisnis bagi sektor industri. Industri turunan migas diupayakan sudah dikembangkan pada periode ini melalui proses promosi dan investasi kawasan-kawasan industri.
Periode 2015-2020 :
Periode ini merupakan periode implementasi. Langkah pengembangan ekonomi pada periode ini sangat menentukan keberhasilan proses transformasi di masa datang. Strategi yang dikembangkan pada periode ini antara lain meliputi pembatasan produksi batubara, peningkatan Industri migas, pengembangan Industri turunan sawit. pengembangan tanaman pangan beserta industrinya, peningkatan sektor jasa dan perdagangan. Target-target kuantitatif pengembangan setiap sektor ditetapkan pada periode ini untuk memudahkan proses monitoring terhadap pencapaian fase transformasi yang diinginkan.
Periode 2020-2030 :
Pada periode ini strategi yang dikembangkan adalah pembatasan ekspansi lahan perkebunan sawit. Strategi ini dimaksudkan untuk menjaga agar pembangunan ekonomi Kaltim yang berkelanjutan dapat terwujud. Pembatasan lahan sawit dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh eksploitasi lahan yang berlebihan terhadap peningkatan emisi karbon yang melebihi target yang telah disepakati.
Periode 2030-2050 :
Pada periode ini strategi yang dikembangkan adalah memantapkan struktur ekonomi berkelanjutan yang telah dicapai sekaligus mempersiapkan penguatan ekonomi berbasis pengetahuan, dimana penguatan sumber daya manusia yang inovatif menjadi landasan utamanya.
Wajah Ekonomi Kaltim 2030
Berdasarkan skenario yang dikembangkan, maka perkiraan wajah ekonomi Kaltim 2030 dapat disimulasikan dengan menggunakan model spasial dinamis. Hasil simulasi dibahas pada pembahasan berikutnya. Beberapa wajah penting ekonomi Katim 2030 yang akan dibahas antara lain struktur ekonomi wilayah Kaltim 2030, nilai produktivitas wilayah Kaltim 2030, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan daya beli masyarakat.
Struktur Ekonomi Kaltim 2030
Perbedaan komposisi terjadi pada sektor industri, pertambangan, pertanian dan perdangangan. Dengan skenario transformasi, sektor industri akan menjadi basis ekonomi utama Kaltim dengan proporsi sebesar 42% pada tahun 2030. Sementara sektor perdagangan dan jasa akan menempati proporsi kedua dengan 20%, sedangkan sektor tambang di urutan ketiga dengan 17% dan pertanian di urutan ke 4 dengan proporsi sebesar 10%. Berubahnya struktur ekonomi dengan skenario tarnsformasi tersebut terjadi karena strategi yang dikembangkan menjadikan industri turunan dari sektor perkebunan, tanaman pangan dan pertambangan sebagai arah transformasi ekonomi yang lebih seimbang.
Sementara hasil simulasi skenario 1 (trend) yang menggunakan strategi tanpa melakukan transformasi ekonomi, menunjukkan struktur ekonomi yang tidak seimbang antara sektor pertambangan dengan sektor lainnya. Industri cenderung terus menurun dengan proporsi di tahun 2030 sebesar 9%. Sedangkan sektor pertanian hanya mampu berkontribusi sebesar 4%. Sektor pertambangan walupun mendominasi, tetapi proporsinya tidak bergerak dari 51 % seperti pada tahun 2012.
Dilihat berdasarkan nilainya, skenario (2) dengan strategi transformasi ekonomi sanggup menghasilkan nilai PDRB yang jauh lebih besar dibandingkan nilai yang diperoleh dari skenario 1 (trend). Perbedaan nilai keduanya mencapai 127%. Kondisi ini mencerminkan bahwa transformasi ekonomi yang tepat akan menghasilkan kinerja produktivitas ekonomi wilayah yang lebih baik.
Fenomena menarik yang berhasil digambarkan melalui proses simulasi skenario 1 dan 2 adalah dimensi waktu dari proses perubahan struktur yang terjadi dalam periode 2013-2030. Upaya yang dilakukan melalui skenario 1, dimana implementasi strategi transformasi dimulai sejak 2013. Kondisi ini mengamanatkan bahwa keinginan untuk melakukan transformasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga upaya untuk mewujudkan keinginan tersebut tidak dapat ditunda-tunda.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa kemungkinan berubahnya struktur ekonomi wilayah Kaltim sangat dimungkinkan bila dilakukan secara sungguh-sungguh dan diawali dengan perencanaan yang baik. Beberapa syarat dan tolak ukur perlu dipenuhi guna menjamin proses tranformasi dapat berjalan sesuai rencana.
Pertumbuhan Ekonomi Kaltim 2030
Pertumbuhan ekonomi wilayah Kalimantan Timur, bila tetap mengikuti trend pertumbuhan saat ini, diperkirakan hanya akan mencapai 3,4 % per tahun pada tahun 2030. Tingkat pertumbuhan tertinggi akan dicapai pada periode 2015-2017 yakni sebsar 7.6% per tahun (Gambar 19). Penurunan laju pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai efek dari semakin membesarnya rasio antara stok batu bara dengan tingkat produksi yang telah dilakukan. Motor penggerak pertumbuhan pada skenario ini adalah pertumbuhan sektor pertambangan terutama batubara.
Sedangkan bila langkah atau strategi transformasi dapat dilaksanakan secara optimal (skenario 2), maka pertumbuhan ekonomi wilayah Kalimantan Timur akan mampu mencapai 12.93 % per tahun pada tahun 2030. Tingkat pertumbuhan tersebut hanya dapat terwujud jika pertumbuhan sektor industri dapat mencapai 19.5 % pertahun. Sementara sektor pertanian diupayakan dapat mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 18% pertahun, demikian juga dengan sektor perdagangan dan jasa diupayakan dapat mencapai pertumbuhan sebesar 18% per tahun. Hanya sektor pertambangan yang diperkirakan tidak akan mampu mencapai tingkat pertumbuhan diatas 3% per tahun sebagai akibat pengurangan tingkat produksi migas dan batu bara di wilayah Kalimantan Timur
Ketenagakerjaan Wilayah Kaltim 2030
Proses transformasi akan menimbulkan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan di wilayah Kalimantan Timur. Strategi yang dijalankan pada skenario transformasi ekonomi menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap struktur ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah Kaltim 2030. Dampak dari perubahan tersebut terlihat pada perubahan tingkat penyerapan tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat pengangguran di Wilayah Kalimantan Timur. Gambaran perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja di wilayah Kalimantan Timur sebagai dampak dari skenario transformasi ekonomi.
Wilayah Kaltim 2000-2030 Berdasarkan Hasil Simulasi Transformasi Ekonomi
Gambaran penting lainnya terkait ketenagakerjaan wilayah Kalimantan Timur adalah tingkat pengangguran. Skenario transformasi ekonomi membawa dampak yang cukup baik terhadap tingkat pengangguran di wilayah Kaltim. Skenario ini mampu menurunkan tingkat pengangguran di wilayah Kaltim hingga mencapai maksimal 6.2% pada tahun 2030. Kondisi ini didukung oleh struktur perekonomian yang lebih seimbang antara industri, pertanian, perdagangan jasa serta pertambangan sehingga daya serap tenaga kerja di wilayah ini menjadi lebih luas.
Permintaan Akhir Wilayah Kaltim 2030
Produktivitas ekonomi wilayah Kalimantan Timur dipengaruhi juga oleh perkembangan permintaan akhir terhadap sektor-sektor ekonomi yang ada. Struktur permintaan akhir yang ideal adalah struktur yang didominasi oleh ekspor terhadap barang-barang hasil industri. Dengan permintaan ekpsor yang tinggi pada sektor industri maka nilai tambah dari sumber daya alam di wilayah Kaltim akan dirasakan di wilayah kaltim sendiri. Hasil simulasi kedua skenario menunjukkan perbedaan yang signifikan pada struktur permintaan akhir sektor-sektor di wilayah Kaltim.
Skenario transformasi ekonomi yang dijalankan mampu mengubah komposisi permintaan ekspor pada bahan mentah sektor pertambangan menjadi permintaan ekspor pada barang jadi hasil kegiatan industri. Permintaan ekspor yang lebih besar pada sektor industri akan menggerakkan ekonomi lokal sehingga permintaan antar sektor akan meningkat dan pada gilirannya akan mampu memperkuat struktur keterkaitan ekonomi di wilayah Kaltim. Efek keterkaitan ekonomi yang kuat akan menghasilkan multlipier tenaga kerja dan pendapatan yang besar bagi masyarakat Kaltim.
Wajah Lingkungan dan Tata Ruang Kaltim 2030
Pola Perubahan Lahan dan Cadangan Karbon Berdasarkan Trend
Pada kondisi baseline (skenario tanpa transformasi), perubahan lahan yang terjadi dalam kurun waktu 2011 hingga 2030 ditunjukkan pada Gambar 20 dan Gambar 24. Dengan skenario baseline, lahan pertanian kering dan basah, perkebunan, dan pemukiman tumbuh mengingat alokasi lahan di Kalimantan Timur masih terbuka luas untuk kegiatan ekonomi berbasis lahan. Sementara ekspansi lahan usaha pertambangan, dalam hal ini batubara tetap tumbuh hingga tahun 2030, mengingat cadangan batubara masih tersedia untuk kurun waktu sekitar 45 tahun lagi.
Dinamika cadangan karbon berdasarkan skenario baseline disajikan pada Gambar 26. Dinamika cadangan karbon permukaan yang bersumber dari hutan, perkebunan tampak menggambarkan fluktuasi naik di periode 2014 – 2019, dan kemudian turun kembali hingga 2030. Fluktuasi ini terjadi karena terdapatnya dinamika perubahan pengelolaan perkebunan, dimana tanaman sawit khususnya, yang telah memasuki waktu post production, sudah tidak produktif/menguntungkan lagi, akan diganti melalui peremajaan kembali. Secara keseluruhan tren cadangan karbon permukaan ini menurun hingga 2030. Hal ini antara lain diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan gambut untuk penggunaan lain. Sehingg secara total, cadangan karbon akan terus menurun hingga 2030 nanti. Ini artinya terjadi emisi karbon akan terus meningkat dalam periode tersebut. Dari hasil simulasi, emisi karbon pada tahun 2020 mencapai 1.52 Gt CO2e, dan nilai ini akan menjadi dua kali lipatnya pada tahun 2030, atau total emisi mencapai 3.37 Gt CO2e.
Pola Perubahan Lahan dan Cadangan Karbon Berdasarkan Skenario Transformasi Ekonomi
Pada skenario transformasi ekonomi, laju pemanenan kayu dan laju ekspansi/pembukaan tambang batubara yang baru serta ekspansi lahan perkebunan sawit diturunkan masing-masing secara gradual dari kondisi baseline. Disamping itu, laju perluasan lahan untuk pemukiman dan industri meningkat. yang, diiringi dengan peningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Peluang penggunaan api dalam pembukaan lahan untuk ladang dan perkebunan diasumsikan dapat ditekan hingga 50% dari kondisi baseline (pada baseline asumsi pembukaan lahan selalu dibakar). Pemanfaatan lahan pada prinsipnya mengikuti alokasi yang diatur dalam RTRW Propinsi dengan asumsi terdapat pengawasan dalam implementasi kebijakan tersebut. Lahan bekas tambang diasumsikan di rehabilitasi dengan menghutankan kembali atau dijadikan perkebunan sawit.
Luas perubahan pemanfaat lahan pada skenario 4 dari tahun 2011 sampai 2030. Gambar kiri menunjukan dinamika lahan hutan, pertanian, dan perkebunan yang digabung dengan pemanfaat lain (plantation + others), sedangkan gambar kanan adalah detil dari dinamika lahan pada perkebunan, pemukiman dan tambang.
Skenario ini, berpengaruh pada dinamika karbon permukaan yang tumbuh, terjadi sekuestrasi sebesar 0.29 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 0.28 Gt CO2e pada tahun 2030. Cadangan karbon bawah tanah, gambut dalam hal ini, meskipun menurun dengan laju rata-rata 0.019 Gt CO2e akibat konversi lahan, namun relatif terjaga dibandingkan dengan kondisi baseline. (Humas Bappeda Kaltim/Sukandar,S.Sos).