Balikpapan, 27/8/14. Pentingnya strategi Tranformasi ekonomi/pergeseran ekonomi berbasis unrenewable resources ke renewable resources hanya dapat diwujudkan bila ada keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan dan sosial dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi yang membentuk ekonomi hijau. Diharapkan perubahan dari ekonomi saat ini menuju ekonomi hijau atau ekonomi yang rendah karbon akan mewujudkan kondisi masyarakat yang lebih baik dan keadilan sosial mengurangi resiko lingkungan dan kerusakan ekologi. Hal ini di ungkapkan oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan H.M. Sa’bani pada acara Lokakarya Integrasi Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Provinsi Kalimantan Timur ke dalam Perencanaan Kabupaten/Kota dan Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan RAD-GRK (PEP) di ruang Sky Bar lantai 8 Hotel Gran Senyiur, Jl. ARS. Mohammad Nomor 7 Balikpapan, dihadiri peserta kurang lebih 120 orang berasal dari SKPD lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur.
Dalam sambutannya Asisten Provinsi Kalimantan Kalimantan Timur mengatgakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menetapkan pilihan Strategi Pembangunan, tidak hanya untuk lima tahun kedepan namun dirancang hingga tahun 2030 dalam mewujudkan Kalimantan Timur Maju di tahun 2030.
Kaltim telah melalui beberapa fase perkembangan ekonomi yang kurang sehat dan berkualitas. Penurunan tingkat pertumbuhan dari 7.42 % pada periode kayu menjadi 5.41 % pada era migas mengakibatkan pengangguran meningkat hingga diatas 10%. Selanjutnya, penurunan laju pertumbuhan ekonomi akibat pergeseran basis ekonomi dari migas ke batu bara menghasilkan persentase pengangguran tertinggi dalam sejarah ekonomi Kaltim yakni sebesar 12.83% pada tahun 2007. Namun demikian sejak dilakukan upaya transformasi ekonomi pada tahun 2009 persentase pengangguran terus mengalami penurunan dan pada tahun 2013 menjadi 8,87%, tingkat Kemiskinan mencapai 6,06% dan IPM meningkat pada angka 77,10.
Fakta ini menunjukkan bahwa fenomena berubahnya tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai dampak dari berkurangnya stok sumber daya tak terbaharukan telah terjadi di wilayah Kalimantan Timur. Kondisi terburuk terjadi pada tahun 2013 dimana pertumbuhan ekonomi mencapai 1,59 % yang diakibatkan oleh penurunan kontribusi sektor migas dan batubara akibat penurunan produksi dan penurunan harga batubara.
Dalam 1 dekade terakhir, peran sektor non migas di Kalimantan Timur semakin meningkat khususnya di dorong oleh pertambangan batubara. Sementara sector ekonomi yang bersifat terbarukan seperti pertanian dan jasa kontribusinya masih kecil, struktur ekonomi ini yang ingin kita rubah melalui strategi transformasi ekonomi menuju struktur ekonomi berbasis SDA terbarukan.
Menyadari permasalahan yang dihadapi tersebut Pemerintah Prov. Kaltim melakukan kebijakan transformasi ekonomi berbasiskan SDA terbarukan, dimana pada tahun 2009 – 2013 adalah sebagai peletakan dasar transformasi sosial ekonomi, sedangkan periode 2014 – 2018 adalah saat kita menerapkan pola pembangunan dengan memperkuat daya saing, nilai tambah berbasiskan sumber daya lokal yang berkelanjutan. Penerapan skenario pertumbuhan ekonomi hijau atau Green Economy ataupun skenario pembangunan rendah karbon merupakan pilihan yang tepat untuk Kalimantan Timur. Peningkatan kemampuan modal manusia yang menguasai Iptek sangat diperlukan untuk memasuki tahap innovation-driven economies. Hal ini memerlukan transformasi sosial dan ekonomi.
Tranformasi ekonomi/pergeseran ekonomi berbasis unrenewable resources ke renewable resources hanya dapat diwujudkan bila ada keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan dan sosial dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi yang membentuk ekonomi hijau. Diharapkan perubahan dari ekonomi saat ini menuju ekonomi hijau atau ekonomi yang rendah karbon akan mewujudkan kondisi masyarakat yang lebih baik dan keadilan sosial mengurangi resiko lingkungan dan kerusakan ekologi.
Penerapan transformasi ekonomi dilakukan dengan mengunakan strategi pengembangan industri turunan dari sektor perkebunan, tanaman pangan dan pertambangan sebagai arah transformasi ekonomi yang lebih seimbang. Melalui strategi ini diharapkan pada tahun 2030 sektor industri akan menjadi basis ekonomi utama dengan proporsi 42%, sektor perdagangan dan jasa mencapai 17% dan sektor pertanian mencapai proporsi 10 %. Struktur ekonomi seperti ini diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil serta dapat menyerap lapangan kerja yang lebih tinggi.
Tujuan dan sasaran transformasi ekonomi diatas harus dilakukan secara bertahap dan konsisten serta memerlukan dukungan multi stakeholder serta dukungan dari seluruh lapisan stakeholder.
Terdapat lima tahap dalam tranformasi ekonomi yang telah dan akan dilakukan yaitu, Periode Inisiasi (2009-2013); Periode Pengembangan Kapasitas (2013-2015); Periode Peningkatan Nilai Tambah (2015-2018), Periode Pengembangan Industri (2018-2020 serta Periode Pengembangan Ekonomi–Inovasi (2020-2030). Dengan demikian periode RPJMD Kaltim tahun 2013-2018 berada dalam dua tahapan transformasi ekonomi yang disebutkan diatas.
Disamping banyak keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan ekonomi namun disisi lain Kalimantan Timur menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar keempat dari 34 Provinsi di Indonesia, atau 150.566.160 ton CO2/tahun. Emisi gas rumah kaca tersebut terutama berasal dari sektor berbasis lahan. Dan didalammnya terdapat emisi dari adanya deforestasi sebesar 69.988.875 ton CO2/tahun. Tentunya hal ini menjadi tantangan besar bagi Kaltim untuk menyelaraskan pembangunan dan penurunan emisi gas rumah kaca.
Dalam upaya untuk mengurangi emisi karbon dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan (green development), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama semua elemen masyarakat telah mendeklarasikan program Kaltim Hijau pada Kaltim Summit 2010 pada tanggal 7 Januari 2010.
Kaltim Hijau adalah kondisi Kalimantan Timur yang memiliki perangkat kebijakan, tata kelola pemerintahan serta program-program pembangunan yang memberikan perlindungan sosial dan ekologis terhadap masyarakat Kalimantan Timur, serta memberikan jaminan jangka panjang terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup. Kaltim Hijau merupakan dimulainya sebuah proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (Green Development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (Green Governance).
Strategi pertumbuhan rendah karbon di Kalimantan Timur pada dasarnya adalah menyatukan pertumbuhan ekonomi dengan mitigasi perubahan iklim, yang bertumpu pada :
a. Menurunkan jejak karbon dari sektor-sektor ekonomi terkait: Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Batubara, Minyak & Gas;
b. Melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi bernilai tambah lebih tinggi tapi menghasilkan emisi yang lebih rendah;
c. Membangun ekonomi dan infrastruktur yang memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam pengurangan emisi gas rumah kaca nasional dan Global, Pemerintah Kalimantan Timur telah mentargetkan penurunan emisi sebesar 19,07% dari baseline pada tahun 2020 sebesar 1,41 Giga ton. Kontribusi terbesar pengurangan emisi berasal dari sektor landbased yaitu sebesar 70 % (dari 1,029 Giga ton menjadi 0,799 Giga Ton C02e di tahun 2020)
Kalimantan Timur berkomitmen untuk beralih ke jalur pembangunan berbasis perubahan iklim. Bagi Provinsi Kalimantan Timur yang sedang mengembangkan perekonomian tidak akan memilih opsi menurunkan emisi jika hal ini akan menahan pertumbuhan ekonomi, dan oleh karena itu strategi yang dipilih adalah pembangunan ekonomi dan mitigasi CO2 dapat dikuatkan secara bersama-sama. Sehubungan dengan hal tersebut telah dilakukan identifikasi pada kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi emisi sekaligus untuk memberikan nilai tambah yang tinggi.
Untuk memastikan konsistensi pelaksanaan pembangunan, isu perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan telah mendapat perhatian dan tempat strategis dalam RPJMD 2013 -2018.
Melalui visi yang telah ditetapkan visi “Mewujudkan Kaltim Sejahtera yang Merata dan Berkeadilan Berbasis Agroindustri dan Energi Ramah Lingkungan” bertujuan untuk mewujudkan daya saing ekonomi dengan penekanan pada pemanfaatan sumber daya alam terbarukan serta secara bersamaan dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan rendah karbon. Ini adalah terjemahan dari penerapan konsep Ekonomi Hijau yang akan dilaksanakan di Kaltim. Secara kuantitatif Pemerintah provinsi Kalimantan Timur mentargetkan penurunan tingkat emisi yang diukur dengan intensitas emisi mencapai 1.250 ton CO2/Juta US $ PDRB pada tahun 2018.
Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi yang diharapkan bersinergi diperlukan dukungan dari berbagai stakeholder terutama dari pemerintah Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan pola dan mekanisme pengintegrasian isu perubahan iklim yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kaliamantan Timur dapat diikuti oleh seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota, hal ini untuk menjamin konsistensi komitmen dan keberlanjutan implementasi program kegiatan berserta dukungan pendanaannya. Pola pengarus-utamaan dalam RPJMD ini bertujuan untuk memastikan Program/Kegiatan penurunan emisi juga terintegrasi dalam program kegiatan di SKPD karena wajib di akomodasi dalam Rentra SKPD.
Pemerintah Provinsi melalui Program dan Kegiatan yang telah tertuang dalam RPJMD 2013 – 2018 berkomitmen untuk membantu dan memfasilitasi pemerintah Kabupaten Kota untuk melalui proses pengarus utamaan perubahan iklim dalam dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
Untuk mempercepat dan memastikan target-target penurunan emisi dukungan dari mitra pembangunan juga sangat diharapkan keberlanjutannya. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengharapkan adanya kerjasama yang konkrit dan terukur serta sinergi antar mitra pembangunan dan NGO yang telah bekerja di Kalimantan Timur dalam pelaksanaan penurunan emisi.
Adapun lingkup kerjasama yang dapat kita lakukan meliputi :
1. Pendanaan untuk implementasi skenario Ekonomi Hijau .
2. Dukungan dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan peraturan. (peraturan, mekanisme insentif dan disinsentif)
3. Pengembangan dan penguatan kualitas data dan informasi (baseline, analisis kesenjangan data dan informasi serta mekanisme data sharing).
4. Kesepahaman antar stakeholder (sosialisasi, peningkatan koordinasi)
5. Pengembangan kapasitas institusi dan pengembangan sumberdaya manusia dalam implementasi strategi pembangunan rendah karbon.
6. Pelaksanaan kegiatan strategis, seperti :
- Pengelolaan hutan dan penata gunaan lahan (Sistem informasi perijinan pemanfaatan lahan)
- Pengembangan energy baru dan terbarukan untuk penyediaan listrik
- Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk usaha kecil dan menengah dalam meningkatkan perekonomian
- Meningkatkan peran MRV untuk pengurangan emisi
Untuk mengetahui keberhasilan penurunan emisi diperlukan mekanisme dan sistem Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi yang handal serta mudah untuk dilakukan, mengingat masalah PEP atau MRV merupakan pelaksanaan yang sama pentingnya dengan pelaksanaan penurunan emisi itu sendiri.
Pemerintah melalui Bappenas telah memberikan arahan terkait dengan pelaksanaan system Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) dari rencana aksi yang dilakukan oleh masing-masing daerah. System PEP ini dilakukan untuk memastikan pelaksanaan rencana aksi yang berdampak pada penurunan emisi, kendala apa saja yang dihadapi serta sumber-sumber pendanaan yang mendukung pelaksanaan rencana aksi tersebut. Untuk itu sangat diperlukan dukungan dari setiap SKPD terkait dengan data-data pendukung seperti LAKIP dan realisasi penggunaan anggaran agar system ini dapat berjalan dengan baik dan informatif.
Pada akhir sambutannya H.M. Sa’bani menyampaikan pentingnya monetoring pada setiap kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dengan meanggunakan sistem PEP ini maka akan dapat memberikan informasi atas capaian penuruan emisi yang ditargetkan oleh Pemerintah Indonesia sebesar 26% dan akan meningkat hingga 41% termasuk target penurunan emisi Kalimantan Timur sebesar 19.07% dan yang lebih penting adalah kita dapat memberikan laporan kepada masyarakat tentang keberhasilan pembangunan ekonomi hijau yang dicerminkan dalam intensitas emisi. (Humas Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, Sukandar, S.Sos.