Pengumuman

Bappeda Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan dan memberikan kinerja yang terbaik guna pembangunan Kalimantan Timur yang lebih optimal, sesuai dengan motto pelayanan Bappeda Provinsi Kalimantan Timur "Berhasil Membuat Perencanaan Berarti Merencanakan Keberhasilan". Hubungi admin website kami pada fitur chat admin yang berada pada sisi paling kanan halaman website ini bila anda membutuhkan informasi seputar perencanaan pembangunan daerah. Segala bentuk penyalahgunaan yang dilakukan oleh Pejabat Bappeda Kaltim, Laporkan pada kami melalui email atau chat admin.

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Kaltim

Berita

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Kaltim

Balikpapan, 11/11/13. Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, _1a._Rakor_RAD-GRK_DSC0112Basah Hernowo menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara Rapat Koordinasi, Sosialisasi dan Implementasi Pelaksanaan REDD+/RAD-GRK (Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca) Provinsi Kalimantan Timur di ruang rapat Mirror Ball Room Hotel Green Senyiur Balikpapan, Jln. ARS. Mohammad Nomor 7 Kota Balikpapan, Kaltim, Indonesia.

Peserta rapat dihadiri kurang lebih 85 orang berasal dari lingkup Kementrian Republik Indonesia/Bappenas, SKPD lingkup Pemerintah Provinsi Kaltim, dan SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten se Kaltim, Akademisi dan LSM lokal/NGO/lembaga internasional. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Satgas REDD+, Kementrian PPN/Bappenas dan Bappeda Provinsi Kalimantan Timur.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berkomentmen untuk menurunan emisi gas rumah kaca sebesar 15,6% tahun 2020 dari 1.594 juta ton CO2e ke 1.345 juta ton CO2e melalui Program dan kegiatan yang tertuang dalam  RAD GRK (Rencana Aksi Daerah  Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca) dan SRAP REDD+ dimulai dari tahun 2010, dari sumber-sumber  penurunan emisi berbasis lahan (bidang kehutanan, pertambangan, perkebunan, pertanian dan peternakan), sektor energi, transportasi dan industri, serta sektor pengelolaan limbah. Tagert pencapain Pemprov Kaltim ini tercamtum dalam  Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor  54  tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Berbagai upaya program dan kegiatan serta strategi dalam penurunan emisi gas rumah kaca perlu segera di percepat pelaksanaannya untuk mencapai target tersebut diatas, melalui dukungan peraturan dan kebijakan serta perlunya pemecahan masalah terhadap kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya dan bagaimana mengatasinya.

Sebagai landasan dan arah pelaksanaan REDD+ di Indonesia, telah disusun Rancangan Strategi Nasional REDD+ dengan lima pilar yang saling berkaitan yang diharapkan dapat menjadi acuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan REDD+ dapat mengatasi penyebab deforestasi dan _2._Rapat_RAD_DSC0103degradasi hutan di Indonesia serta menjamin tercapainya penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan gambut.  Dalam hal ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+ (SRAP REDD+).

Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki peran yang strategis dan merupakan ujung tombak dalam upaya mitigasi perubahan iklim, sehingga menjadi penting bagi Pemerintah Kalimantan Timur untuk mulai menyusun rencana aksi dan melakukan serangkaian kegiatan dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim, salah satunya di sektor kehutanan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mendeklarasikan Kaltim Green (Kaltim Hijau), sebagai salah satu komitmen dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang lebih aplikatif untuk menunjang komitmen tersebut.

Dalam upaya untuk menyatukan persepsi dan antara Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur maka dilaksanakan rapat koordinasi ini untuk memberikan masukan dalam pelaksanaan program REDD+/RAD GRK Provinsi Kalimantan Timur.

1.    Ir. Djoko Susilo Handono menyampaikan pemaparan dengan judul Evaluasi Pengintegrasian REDD+/RAD-GRK dalam dokumen Perencanaan Pembangunan Kaltim (draft awal RPJMD Kaltim 2014-2018), dalam penyampaian mengatakan antara lain :
•    Penetapan outcame tidak mudah, karena menentukan perencanaan tidak mudah harus melalui proses, apabila perencanaan gagal maka kita menciptakan program yang gagal;
•    Posisi ranwal RPJMD Kaltim dalam pengintegrasian antara perencanaan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kaltim;
•    Pertumbuhan ekonomi Kaltim sangat fluktuatif tergantung pada pasar dunia;
•    Belum sehatnya pertumbuhan ekonomi Kaltim, karena rendahnya daya saing pembangunan Kaltim;
•    Masih rendahnya indek kualitas lingkungan hidup, sehingga ini perlu didiskusikan langkah apa yang akan dilakukan dalam waktu 5 tahun ke depan;
•    RPJMD Kaltim 2014-2018 tercamtum dalam misi ke 5 yaitu mewujudkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat
•    Indek dari kualitas lingkungan antara lain air, udara, tutpan lahan dan daya dukung perkotaan, terutama di kota Samarinda dan kota lainnya;
•    Untuk komposit kualitas air prioritasnya adalah sungai dan waduk;
•    Masukan dari Kabupaten/Kota sangat diharapkan terutama dalam sektor lingkungan hidup;

_3._prof_agung_DSC01462.    Haryanto R. Putro dari WG Mainstreaming REDD+ menyampaikan pemaparan dengan judul Matrik Persandingan SRAP REDD+/RAD-GRK dengan draft awal RPJMD Kaltim 2014-2018, dalam penyampaian mengatakan antara lain :
•    Pengintegrasian program antara Pemerintah RI, Pusat dan Kabupaten / Kota;
•    Koordinasi antar daerah atau wilayah, baik Pemerintah RI, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam kontek perencanaan pembangunan;
•    Kendala struktural antara lain : 1. Pendekatan SPPN pada tingkat nasional menghendaki konvergensi program/kegiatan yang berbasis sektoral dan daerah; 2). Pendekatan sektoral/daerah sehingga tidak mampu mengatasi masalah; 3). Baseline information dalam perencanaan nasional dan daerah masih rendah; 4. Tidak fokus pada sektor;
•    Sementara kendala substansial antara lain : 1). Rendahnya political will thp konservasi hutan/keanekaragaman hayati; 2). Lemahnya penyediaan kondisi pemukiman bagi pelaku pembangunan; 3. Lemahnya pemahaman perencanaan atas participatory/integrated planning; 4. Lembahnya
•    Peran Perencana pembangunan dapat mendukung penguatan lokal;
•    Menyatakan perspektif perencanaan pembangunan pemerintah daerah dalam kerjasama lintas sektor dan lintas daerah dalam menigkatkan kualitas lingkungan daerah.

Klarifikasi pemaparan sesi pertama

1.    Akademisi (Universitas Mulamarman), Prof. Dedy
•    Misi lingkungan hidup dalam RPJMD Kaltim 2014-2018 lebih diperjelas sasarannya;
•    Penegakan hukum lebih diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan terutama dalam pengelolaan Taman Nasional Kutai.

2.    Pemkab Berau
•    SDM terbatas dalam pengelolaan KPH.

Jawaban narasumber sesi pertama.
•    Pengelolaan Taman Nasional Kutai lebih fokus pada pemerintah daerah apa yang akan dilakukan dan sarannya agar dimasukkan dalam tata ruang;
•    Pengelolaan KPH diharapkan adanya regulasi antara pemerintah pusat dan daerah;
•    Ada masalah dalam pengelolaan SDM tentang pengelolaan KPH;
•    Kawasan hutan jelas dan pengelolaan hutan, sekarang dalam kawasan banyak ditemui konflik bukan kawasan KPH;
•    Struktur organisasi dalam pengelolaan KPH belum jelas sehingga perlu pembenahan lebih lanjut; sebaiknya tugas dan fungsi masing-masing harus jelas.

Jawaban dari Ir. H. Djoko Susilo Handono, Bappeda Provinsi Kaltim  tentang misi peningkatan kualitas lingkungan hidup_4._DSC0095
•    Misi peningkatan kualitas lingkungan hidup merupakan tanggungjawan bersama termasuk para ahli lingkungan hidup untuk memberikan saran atau masukan pada ranwal RPJMD Kaltim 2014-2018;
•    Sasaran penurunan emisi gas rumah kaca dalam meminimalisir emisi gas rumah kaca, bila sumbangan emisi gas rumah kaca tersebut berada dalam lahan kritis maka diharapkan masukan dari para peserta.

Pemaparan narasumber sesi kedua

1.    Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, menyampaikan pemaparan dengan judul Mengintegrasikan Kegiatan Penurunan Emisi pada rencana setoral antara lain :
•    Moratorium Presiden mumudahkan pekerjaan Dinas Perkebunan;
•    Kebun karet Kaltim belum produksi maksimal;
•    Kebun sawit Kaltim sebesar 43% milik masyarakat dari 2,8 juta Ha lahan;
•    Dinas Perkebunan Kaltim hanya sebagian kecil yang menjadi tanggungjawabnya, karena sebagian besar berada pada tanggung jawab Kabupaten/Kota serta Dinas Tenaga Kerja;
•    Penegakan hukum terhadap perusahaan sangat dibutuhkan terutama dalam pengelolaah lahan;
•    Penyusunan AMDAL perusahaan diharapkan dimonitor oleh pihak-pihak terkait sehingga tidak muncul AMDAL yang tidak sesuai dengan kondisi riilnya;
•    Pembukaan lahan hutan negara oleh masyarakat untuk kepentingan perkebunan perlu dievaluasi dan dimonitor sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari, atau akan menjadi sumber konflik di masa depan;
•    Keterbukaan perusahaan yang ada di Kaltim.

2.    Kepala Bappeda Kutim, Supriyanto menyampaikan pemaparan dengan judul Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Kutai Timur antara lain :
•    RTRW Kab Kutim merupakan panglimanya dalam perencanaan pembangunan, karena RTRW belum disetujui sehingga belum mengetahui langkah apa yang akan diawali;
•    Penetapan kawasan strategis dan ruang terbuka hijau masih sangat optimis;
•    RTRW Kab. Kutim sudah sangat mendukung terhadap program REDD+;
•    Peta Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha;
•    Jaringan prasarana sumber daya air dan zonasi limbah cair;
•    RAD GRK terdiri tiga sektor yaitu lanbase, limbah, energi;
•    Identifikasi sumber emisi dan skenario mitigasi limbah padat domestik;
•    Mereduksi limbah padat sebesar 25 % untuk kepentingan industri;

_5._kabid_ekonomi_-_prof_agung_01543.    Dinas Kehutanan Kabupaten Berau,  menyampaikan pemaparan dengan judul Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Perencanaan Pembangunan Kehutanan di Kabupaten Berau  antara lain :
•    Progaram karbon hutan Berau merupakan program kemitraan dari Pemkab Berau, Provinsi, Kementrian Kehutanan, LSM, Lembaga Donor dan berbagai lembaga;
•    Peningkatan dan penyempuranaan perencanaan;
•    Pengurahan emisi gas rumah kaca;
•    Perlindungan ekosistem yang bernilai tinggi;
•    Perbaikan tata kelola hutan industri;
•    Perbaikan tata kelola hutan lindung;
•    Strategi PKHB melibatkan masyarakat setempat;
•    Program forclime bekerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman.

Klarifikasi pemaparan narasumber sesi kedua

1.    Akademisi, Prof. Dedy
•    Hutan mangrove belum dibahas padahal penurunan emisi gas lebih banyak pada sektor ini;
•    Kewenangan berada pada tingkat kabupaten sehingga peran kabupaten sangat penting.

2.    Bappenas, Pogi
•    Ada perbedaan perspektif REDD+ antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten;
•    Apa sudah menganalisis REDD+ dan sudah di identifikasi....?
•    Peranan dan inisiatif pada program REDD+.

3.    Bappenas
•    Prosesnya dalam pengintegrasian program REDD+ apakah sudah benar-benar mengikutinya;
•    Presentasi dari Berau lebih fokus pada sektor kehutanan, sementara dari Provinsi dan Kutim belum jelas arahnya;

4.    LSM  
•    Belum adanya upaya-upaya konservasi;
•    Pemkab Kutim merasa kesulitan dalam membangun proses pengelolaan TNK;
•    Apakah Pemkab sudah berusaha untuk mengatasi masalah TNK ...??? bukan hanya mengurusi masalah enklaem kawasan TNK.

Jawaban narasumber sesi kedua

1.    Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim
•    Program REDD+ tidak ada masalah pada perusahaan besar, kemungkinan pada perusahaan kecil yang masih kurang termonitor, terutama pada saat pembakaran lahan;
•    Setiap 3 tahun Dinas Perkebunan Kaltim ada evaluasi perusahaan untuk memonitor aktivitas perusahaan;
•    Kebun sawit sudah cukup, namun bila ditinjau dari hukum ekonomi tidak bisa melarang, misalnya ijin dari kabupaten/kota.

2.    Dinas Kehutanan Berau
•    Kekurangan data dalam penjelasan hutan mangrove, padahal kegiatan ini ada;
•    Memang kewenangan ada pada kabupaten, namun kewenangan ada pada pihak Bupati;
•    Pengetahuan dan pemahaman REDD+ perlu ditingtkan sampai pada tingkat dewan;
•    Apa yang diinginkan dari REDD+ bisa berjalan;
•    Proses pengelolaan REDD+ Pemkab  Berau telah mengikuti.

Bappeda Kutim
•    Perlu ada regulasi dalam menangani perusahaan sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama;
•    Kerusahakan KBNK berdampak pada kerusakan lingkungan;
•    Hutan mangrove penyimpan karbon terbesar nomor 2 sehingga menjadi progom prioritas ke kedepannya di Pemkab Kutim;
•    Perspektif REDD+ ada namun tidak dirasakan;
•    Perlu penyelamatan bersama TNK antara Pemkab, Pemprov dan Pemerintah Pusat;
•    Belum ada analisis REDD+ di Kutim perlu masukan dari peserta;
•    Sudah ada gambaran pada pengelolaan TNK setelah disetujuinya enklaep pada RTRW Kutim, sehingga di dalam kawasan tersebut sudah ada perencanaan pembangunan yang akan dilakukan.

Kesimpulan Rakoor

1.    Ada anggapan bahwa Inisiatif RAD GRK hanya di tingkat Provinsi sehingga Kabupaten/kota merasa tidak berkepentingan sehingga perlu didorong inisiatif RAD GRK juga di tingkat Kabupaten, hal ini terkait dengan perijinan dan kewenangan yang berada di Kab/Kota.;
2.    dalam pelaksanaan RAD GRK/REDD+ yang diperlukan adalah adanya kesadaran akan keperluan untuk menjawab permasalahan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten/Kota;sehingga diperlukan kesadaran untuk memasukkan isu perubahan iklim dalam perencanaan karena didorong oleh kebutuhan oleh karena itu perlunya dukungan politik yang kuat dalam pelaksanaan RAD GRK/REEDD+;
6.    Diperlukan penggalian potensi pendanaan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksaaan RAD GRK/REDD+;
7.    Adanya pemahaman yang masih beragam dan rendah serta persepsi yang berbeda dari pengambil keputusan akan konsep REDD+ yang menyebabkan hambatan dalam pengarusutamaan dan pelaksanaan RAD GRK/REDD+ sehingga diPerlukan menyelesaikan permasalahan asimetri informasi terkait pemahaman RAD GRK/REDD+ di tatanan akademisi, politisi, LSM/NGO, Pemerintah dan lain-lain ;
8.    Perlu penguatan kelembagaan di tingkat Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan RAD GRK/REDD+yang di dukung oleh political will dan komitment pengambil keputusan;
11.    Adanya pemahaman RAD GRK/REDD+ dianggap sebagai beban pekerjaan tambahan dan tidak dimasukkannya dalam perencanaan daerah;
12.    NGO/lembaga internasional sangat berperan dalam pendampingan ke Kabupaten/Kota dalam mengarusutamakan isu RAD GRK/REDD+ untuk mengawal terus menerus pelaksanaan RAD GRK/REDD+;
13.    Diperlukan indikator keberhasilan yang menjadi tolak ukur keberhasilan kepala daerah dalam pelaksanaan penurunan emisi di daerah; oleh karena itu proses MRV dan evaluasi  perlu menjadi tugas yang terintegrasi dari SKPD selain proses pelaksanaannya untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan penurunan emisi.

(Humas Bappeda Provinsi Kaltim/Sukandar,S.Sos).