Balikpapan 27/2/13. Menteri Koordinato Bidang Ekonomi Hatta Rajasa memberikan pemaparan dengan judul Pendekatan Non Konvensional Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Strategis Daerah untuk Mempercepat Pembangunan Enam Koridor Ekonomi Indonesia pada acara Rakernas IV Asosiasi Bappeda Provinsi se Indonesia di Hotel Green Senyiur Jl. ARS Muhammad No.7 Balikpapan.
Pelaksanaan Rapat Kerja Nasional IV Asosiasi Bappeda Provinsi se Indonesia di Hotel Green Senyiur, Jl. ARS Muhammad Nomor 7 Kota Balikpapan dari tanggal 26 s.d 28 Pebruari 2013 dengan tema “Sinergi Perencanaan Multi Pihak Untuk Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur, Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang Bermutu dan Akuntabel” dibuka secara resmi oleh Gubernur Kalimantan Timur, DR.H. Awang Faroek Ishak.
Rakernas IV Asosiasi Bappeda Provinsi se Indonesia diikuti peserta kurang lebih tiga ratus lima puluh orang terdiri dari seluruh kepala Bappeda Provinsi se Indonesia atau pejabat yang mewakili dan pejabat terkait di lingkup pemerintah Provinsi se Indonesia, Kementrian Bappenas, Kemenko Bidang Ekonomi, Kementerian Keuangan, Kementrian Pariwisata dan Industri Kreatif, dan seluruh Kepala Bappeda se Kaltim.
Dalam pemaparannya Menteri Koordinator Bidang Ekonomi menyatakan bahwa perlunya memiliki pelajaran penting yang telah dilakukan oleh Negera China dalam peningkatan perekonomian yang sangat cepat yaitu : (1). Sejak pertengahan 90-an, kontribusi belanja infrastruktur konsisten di sekitar 9-11 persen dari PDB; (2). Kontribusi anggaran Pemerintah (pusat dan daerah) untuk infrastruktur meningkat dari sekitar 3 % pada pertengahan 90-an menjadi sekitar 7 % di sekitar tahun 2000, dan akhirnya menurun kembali ke angka 4 % di tahun 2005. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran Pemerintah sebagai leader di dalam percepatan pembangunan infrastruktur sebelum akhirnya swasta berminat; (3). Disamping pemberian sejumlah insentif pajak untuk pembangunan infrastruktur, keterlibatan swasta (baik melalui PPP atau bukan) sangat didorong antara lain oleh agresifnya BUMN di dalam mengembangkan bentuk-bentuk rekayasa finansial di dalam pembiayaan infrastruktur (utamanya pasar obligasi infrastruktur yang relatif sangat berkembang di Cina).
Sementara pelajaran yang sangat berharga dari Negera India terhadap peningkatan ekonomi sangat pesat sehingga termasuk negara di Asia yang sangat berpengaruh dalam peningkatan perekonomiannya dengan melakukan berbagai program prioritas antara lain : (1). Perkembangan pesat pembangunan infrastruktur India terjadi dalam periode 2005 – 2010. Investasi infrastruktur meningkat pesat dari sekitar 5 % dari PDB menjadi sekitar 8 % dari PDB; (2). Mekanisme PPP sangat diperhatikan serius oleh Pemerintah India. Selain itu, sejak awal 2000-an mengembangkan berbagai model rekayasa finansial lainnya seperti obligasi infrastruktur dan performance based annuity scheme (PBAS), yaitu pembayaran infrastruktur yang selesai dibangun swasta melalui anggaran publik yang dialokasi secara berturut-turut untuk jangka waktu 5 – 10 tahun.
Rekomendasi Kebijakan Nasional
1. Belajar dari kondisi sebelum krisis 1998 dan juga pengalaman dari Cina dan India, percepatan pembangunan infrastruktur harus dimotori oleh komitmen Pemerintah (termasuk Pemerintah Daerah). Alokasi anggaran infrastruktur perlu ditingkatkan menjadi 3-4% dari PDB. Ini merupakan modal awal untuk membangun “kepercayaan” investor yang berminat dalam berkontribusi di dalam pembangunan infrastruktur;
2. Perluasan pembangunan infrastruktur yang dimotori MP3EI perlu dipahami bahwa keterbatasan pembiayaan oleh Pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada implementasi pola KPS saja karena banyak kawasan Timur Indonesia (utamanya) membutuhkan dukungan percepatan pembangunan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan-kawasan lainnya. KPS hanya feasible untuk wilayah-wilayah yang relatif maju;
3. Melalui semangat MP3EI, saat ini sedang dilakukan pemilihan proyek-proyek (melalui proses yang bottom up dan profesional) infrastruktur PRIORITAS TINGGI yang akan diperhatikan pendanaannya secara khusus oleh pemerintah (tidak terbatas dengan pola penganggaran APBN konvensial). Komitmen semua pihak untuk nantinya secara konsisten mengimplementasikan sesuai dengan kesepakatan awal akan menjadi sinyal yang sangat penting untuk para investor maupun lembaga keuangan;
4. Dalam pengembangan program-program KPS, selain penguatan koordinasi dan integrasi program-program yang ditawarkan (sangat perlu adanya 1 daftar yang disepakati semua unsur pemerintah terkait), aturan main perlu diperbaiki agar berdaya saing dengan tawaran KPS yang ada di negara-negara pesaing. Perlu diakui bahwa daya tarik program KPS yang ditawarkan indonesia sering dinilai kurang menarik dibandingkan dengan penawaran oleh negara-negara tetangga.
5. Penugasan BUMN yang akhir-akhir ini didorong merupakan terobosan penting yang perlu terus ditingkatkan intensitas dan kualitas proses pengelolaannya. Dalam tujuan tersebut, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan untuk mobilisasi pendanaannya, terutama adalah : a. Memanfaatkan fasilitas pinjaman langsung dengan bunga murah dari lembaga-lembaga keuangan multilateral/bilateral (WB, ADB, JICA dsb). Butuh penyesuaian aturan; b. Mendorong BUMN yang ditugaskan untuk melakukan IPO, penerbitan obligasi infrastruktur, ataupun pemanfaatan dana pensiun dan asuransi; c. Perlu dijajagi pemanfaatan fasilitas penjaminan kredit oleh lembaga-lembaga ke-uangan internasional dalam rangka menurunkan tingkat bunga dan memperpanjang masa pengembalian dari pinjaman kepada bank-bank swasta (semacam back-to-back credit guarantee, hal ini membutuhkan jaminan pemerintah); d. Proyek penugasan oleh BUMN akan memiliki “nilai jual” yang lebih menarik bila cakupan tugasnya diperluas dengan pengelolaan kawasan di sekitar infrastruktur yang dibangun.
6. Penguatan lembaga-lembaga keuangan infrastruktur seperti PT SMI ataupun PT. IIF (Indonesia Infrast. Finance) dengan penambahan PMP ataupun mendorong kerjasama dengan lembaga-lembaga finansial lain (dalam dan luar negeri) untuk memobilisasi dana-dana yang cocok untuk investasi jangka panjang;
7. Meningkatkan kapasitas dan memperluas pembiayaan melalui skema Sukuk yang sangat sukses diterapkan di Malaysia karena prinsip “bagi-hasil” yang merupakan esensi dari skema ini tidak saja memberikan “cost of money” yang lebih murah dibandingkan dengan sistem bunga namun, yang lebih penting lagi, juga memberikan sistem kontrol yang lebih ketat terhadap pola pemanfaatan dananya. Pertanyaannya saat ini, untuk percepatan perluasan penerapannya, apakah hanya akan dibatasi pada lembaga-lembaga keuangan syariah saja ?
Sedangkan Narasumber Rakernas IV Asosiasi BAPPEDA Provinsi se Indonesia antara lain :
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, DR. Hatta Rajasa;
2. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Armida Salsiah Alisjahbana, SE.,MA;
3. Deputi Menteri PPN/Bappenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah;
4. Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan;
5. Ditjen Pengembangan Destinasi Wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
6. Direktur Kawasan dan Pertanahan Pemerintahan Umum Daerah Kementerian Dalam Negeri;
7. Asisten Deputi Bidang Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
8. Kepala Bappeda DKI Jakarta;
9. Kepala Bappeda Jawa Barat;
10. Kepala Bappeda Kalimantan Timur, DR.Ir.H. Rusmadi.MS; dan
11. Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Rumusan Rakernas IV Asosiasi Bappeda Provinsi se Indonesia Tahun 2013 di Kaltim
Berdasarkan pemaparan para narasumber dan diskusi peserta serta hasil kajian dan menganalisis berbagai pemikiran yang disampaikan para narasumber, maka para Kepala Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia yang hadir dalam Rapat Kerja Nasional IV Asosiasi Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia sepakat untuk dapat melakukan langkah strategis bagi terwujudnya percepatan pembangunan di daerah guna mendukung target-target nasional melalui perencanaan pembangunan yang bermutu dan akuntabel.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Asosiasi Bappeda Provinsi seluruh Indonesia, mendeklarasikan beberapa hal yaitu :
1. Menugaskan Pengurus Asosiasi agar mengawal dan mengkomunikasikan lebih intensif dengan Kementrian/Lembaga terkait hasil Deklarasi Rakernas III Tahun 2012 di Ambon, Provinsi Maluku;
2. Segera menindaklanjuti Arahan Menko Perekonomian RI Pada Rakernas IV Tahun 2013 di Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur untuk mengusulkan kebutuhan mendesak pembangunan infrastruktur dalam memacu pelaksanaan MP3EI di masing-masing Koridor;
3. Perlu kerjasama yang intensif dalam peningkatan kualitas perencanaan pembangunan daerah dan Nasioinal berbasis data yaitu;
a. Pengembangan sistem perencanaan pengentasan kemiskinan berbasis KK
b. Memfinalkan usulan kepada Bappenas, untuk memfasilitasi beroperasinya piranti lunak Sistem Perencanaan secara real time dengan nama yang diusulkan adalah RKPINDO-ONLINE, sebagai sistem informasi yang dapat membantu perencanaan secara real time untuk mewujudkan perencanaan pembangunan yang berkualitas dan akuntabel
c. Mengembangan model-model pembangunan unggulan daerah menjadi model pembangunan nasional yaitul; pembangunan berorientasi bertumbuhan ekonomi hijau”, pembangunan lingkungan dan kependudukan, pembangunan berbasis Desa/kelurahan serta pengembangan model-model lainnya di seluruh Provinsi;
4. Untuk meningkatkan kualitas Para Perencana Daerah maka perlu kerjasama peningkatan pengembangan SDM melalui Pelatihan Perencanaan, Pengembangan wawasan antar Bappeda Provinsi dan Kemenitraan pelatihan melalui dukungan Lembaga Internasional;
5. Untuk meningkatkan sinergi pembangunan maka Bappeda Provinsi harus meningkatkan kualitas dan intensitas koordinasi secara vertikal dengan Bappeda Kabupaten/Kota, Antar Bappeda Provinsi serta mendrong peningkatan fasilitasi Bappenas dalam membangunan Koordinasi dan komunikasi dengan Kementrian/ Lembaga;
6. Menetapkan penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) V Asosiasi Bappeda Provinsi se Indonesia dengan fokus Pembahasan ”Percepatan Pembangunan kepariwisataan Indonesia” di Provinsi Gorontalo.
(Humas Bappeda Kaltim/Sukandar,S.Sos).