Foto: Agung Pambudhy
Herdi Alif Al Hikam
Jakarta - Tak dapat dipungkiri, pandemi virus Corona yang melanda Indonesia dan hampir seluruh negara dunia telah mengganggu proses pembangunan yang tengah gencar dilakukan pemerintah dalam rangka mendongkrak perekonomian nasional.
Pemerintah sangat menyadari betapa pentingnya keberadaan infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang bisa memotong biaya distribusi pangan dan industri dari berbagai pelosok negeri. Namun juga harus dipahami bahwa dalam kondisi saat ini, kesehatan masyarakat dan pekerja yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur ini tak bisa diabaikan.
"Jadi sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, kita terus menggenjot pembangunan infrastruktur, dan sektor kesehatan juga menjadi perhatian kita semua. Artinya, pembangun ekonomi dan kesehatan harus dilakukan secara bersamaan," kata Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Ditjen Binia Konstruksi Kementerian PUPR Nicodemus Daud belum lama ini.
Menurut Nicodemus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya sebisa mungkin menjaga keberlanjuta proyek infrastruktur di tengah Pandemi COVID-19. Salah satu infrastruktur yang berperan penting untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional adalah jalan dan jembatan yang membantu kelancaran distribusi logistik dan konektivitas antardaerah.
Pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan adalah upaya peningkatan konektivitas, memperkuat daya saing infrastruktur, dan mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional.
Nicodemus menyampaikan, dalam setiap pembangunan infrastruktur mulai dari tahap survei, investigasi, desain, pembebasan tanah, konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan harus senantiasa memperhatikan dan memenuhi aspek-aspek sosial, diterima oleh masyarakat (socially acceptable), secara ekonomi menguntungkan (economically viable), dan ramah lingkungan (environmentally sound).
Ia mengatakan, tahun ini Kementerian PUPR menyiapkan lebih dari 6,055 paket pembangunan infrastruktur dengan menelan anggaran tidak kurang dari Rp 80 triliun, dan tahun depan diperkirakan ada sekitar 10.000 paket pembangunan infrastruktur dengan anggaran sekitar Rp 149 triliun.
"Jadi kalau kita perhatikan anggarannya, tahun depan itu tentu paket pembangunan infrastruktur konstruksi menjadi dua kali lipat dibanding tahun ini," kata Nicodemus.
Nicodemus memastikan, belanja infrastruktur pemerintah di 2021 menjadi salah satu kebijakan yang dilakukan untuk pemulihan ekonomi. Di mana pemerintah mengarahkan pembangunan infrastruktur yang padat karya serta mendukung kawasan industri dan pariwisata agar mampu memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional.
"Pembangunan bidang infrastruktur pada 2021 diarahkan untuk penyediaan layanan dasar, peningkatan konektivitas, dukungan pemulihan ekonomi, serta ketahanan pangan," terangnya.
Dia menyampaikan, arah kebijakan tahun depan akan didorong melalui penguatan infrastruktur digital serta efisiensi logistik dan konektivitas. Di samping itu, pembangunan juga diarahkan dalam bentuk infrastruktur padat karya yang mendukung kawasan industri dan pariwisata.
"Program Padat Karya kita kembangkan karena pada daerah tertentu tidak ditemukan COVID-19, dan diharapkan pola kerja seperti ini tidak melahirkan cluster baru COVID-19," papar Nicodemus.
Kemudian, urai Nicodemus, pemerintah juga akan fokus terhadap pembangunan sarana kesehatan masyarakat dan penyediaan kebutuhan dasar seperti air, sanitasi, pemukiman untuk mendukung penguatan sistem kesehatan nasional. Ini semua dalam rangka meningkatkan kapasitas penanganan menghadapi Pandemi COVID-19.
Dalam kesempatan yang sama, itu ekonom Bank Mandiri Dendi Rhamdani mengungkapkan bahwa Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) perlu fokus memecah dan melancarkan sumbatan-sumbatan pelaksanaan program, serta melakukan debottlenecking permasalahan-permasalahan yang ada.
Menurut ekonom senior Bank Mandiri Dendi Ramdani, pertumbuhan ekonomi tidak bisa dipacu tanpa upaya menekan kasus positif COVID-19. Mendorong kegiatan ekonomi di tengah pandemi selalu menimbulkan risiko peningkatan kasus positif COVID-19"Fakta empiris yang terjadi sejak tiga bulan terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi akan diikuti peningkatan kasus positif COVID-19".
Oleh karenanya, kata Dendi, prioritas utama adalah bagaimana menekan kasus COVID-19. Sementara kegiatan ekonomi perlu didorong secara hati-hati agar tidak berdampak pada peningkatan kasus COVID-19.
"Konsekuensinya yang harus dimaklumi, kapasitas produksi perusahaan tidak akan mencapai full capacity selama masa pandemi," kata Dendi.
Dendi menyebut beberapa langkah prioritas perlu dilakukan pemerintah. Pertama, menekan kasus positif COVID-19 dengan melakukan enforcement protokol kesehatan di masyarakat, dengan mengerahkan polisi, satpol PP, dan tentara. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan secara masif tracking, tracing, dan testing untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 yang lebih luas.
Kedua, eksekusi, kualitas, dan efektivitas program stimulus harus terus diperbaiki, apalagi pandemi ini mungkin akan berlangsung hingga 2021. Eksekusi program adalah bagaimana pemerintah bisa mempercepat serapan anggaran.
Kualitas program adalah bagaimana program-program stimulus mampu mendorong perekonomian, baik yang ditujukan untuk menolong dan mempertahankan daya beli masyarakat golongan bawah maupun program stimulus untuk dunia usaha.
"Efektivitas program stimulus artinya program bisa mencapai sasaran yang telah ditetapkan, misalnya tepat sasaran dalam memberikan bantuan sosial ke masyarakat berpendapatan rendah," kata Dendi.
Adapun langkah teknis yang perlu dilakukan walaupun sudah agak terlambat adalah, pertama, terus memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga program-program bantuan ke masyarakat bisa lebih tepat sasaran.
Jangan ada masyarakat yang mendapat lebih dari satu program, sementara masyarakat yang lain tidak mendapatkan bantuan sama sekali. Kedua, Komite Penanganan COVID-19 dan PEN perlu fokus memecah dan melancarkan sumbatan-sumbatan pelaksanaan program, atau melakukan debottlenecking permasalahan-permasalahan yang ada.
"Komite harus mengindentifikasi penyebab rendahnya serapan anggaran stimulus dan mencari pemecahannya secara cepat dan tuntas, termasuk menyisir program-program yang tidak berjalan secara efektif," kata dia.
Ketiga, pemerintah perlu memikirkan perluasan stimulus, misalnya stimulus khusus sektor pertanian, seperti kredit dengan skema chanelling ke petani penggarap lahan, perbaikan infrastruktur perdesaan yang bisa menunjang peningkatan produksi pertanian, serta pelatihan dan penyuluhan cepat.
Dendi menjelaskan beberapa alasan kenapa sektor pertanian perlu diprioritaskan.
Pertama, dibandingkan dengan kegiatan ekonomi di sektor lain, sektor pertanian relatif memiliki risiko penularan COVID-19 yang lebih rendah karena pekerja di sektor pertanian bekerja di tempat terbuka dan luas sehingga mudah melakukan jaga jarak.
Kedua, permintaan komoditas pertanian khususnya tanaman pangan masih baik walaupun di masa pandemi karena pangan adalah kebutuhan dasar.
Ketiga, masih tingginya impor komoditas pertanian seperti gula, bawang putih, kedelai, coklat, buah-buahan, daging dan susu.
Sementara itu, mengutip data dari KemenPUPR, Sekjen Gapensi Andi Rukman menambahkan ada 3 hal aspek dalam pelaku usaha konstruksi yaitu peluang proyek, perizinan dan modal kerja. Ketiga hal tersebut yang perlu dilihat oleh pemerintah agar pelaku usaha nasional dapat berdaya saing di era persaingan terbuka dan globalisasi ini.
Dari sisi pelaku usaha di setiap lini sektor konstruksi hingga ke rantai pasok, kondisi pandemic sejak awal maret lalu sangat tidak menguntungkan dan perlu langkah cermat agar dapat melalui krisis ini dengan baik.
Para Pelaku usaha membutuhkan kesempatan dan dukungan dari pemerintah agar dapat bounce-back pada Quartal 4 2020 dan Tahun Fiskal 2021. Seperti yang diketahui bajet infrastruktur pemerintah pada tahun 2021 adalah sebesar Rp 400 truliun yang sudah dianggarkan.
Maka perlu roadmap yang jelas terhadap pengalokasi dana tersebut khususnya apa terdapat pengalokasian bagi pelaku usaha nasioan dan rantai pasok nasional yang akan dapat terus berkonstribusi bagi pembangunan infrastruktur nasional.
Andi Rukman menggarisbawahi seperti pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) haruslah mengutamakan pelaku usaha nasional serta menggunakan produk atau bahan meteria seperti baja, semen, batu nasional tujuannya agar rantai pasok nasional dapat berdaya saing menghadapi material-materil dari luar negeri yang selalu ini sulit bersaing.
Selain itu, Andi Rukman menyatakan dalam proses tender yang selama ini selalu menjadi momok bagi pelaku usaha. Harus ada standar minimum harga yang akan di tawarkan agar pelaku usaha tetap untung dan kualitas proyek yang dilaksanakan tetap berkualitas.
Pemerintah dan BUMN tidak boleh lagi menawar 80% dan hanya fokus yang memberikan proyek kepada pelaku usaha yang memberikan penawaran yang lebih rendah karena indicator kesuksesan tidak hanya dari penawaran proposal melainkan kesuksesan proyek dan kualitas jangka panjang. detikFinance